BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita
dengan memberi hak kepadanya diantaranya adalah hak untuk menerima mahar (maskawin).
Mahar hanya diberikan oleh suami kepada calon istri,
bukan kepada wanita lainya atau siapapun walaupun sangat dekat denganya.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah ini supaya
tidak terlalu melebar dan mendapatkan hasil yang maksimal, maka penulis mebuat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Penegertian Mahar.
2. Syarat-syarat Mahar.
3. Kadar (jumlah) Mahar.
4. Macam-macam Mahar.
5. Permasalahan dalam Mahar.
6. Hikmah disyariatkanya Mahar.
C. Tujuan
Makalah ini di susun bukan
semata-mata untuk penyelesaian tugas tapi juga untuk memperdalam materi
dan memperluas cakrawala pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar dalam bahasa arab adalah shadaq.asalnya
isim mashdar dari kata ashdaqa diambil dari kata shidqin (benar).
Dinamakan shaddaq memberikan arti benar-benar cinta dalam nikah dan
inilah yang pokok dalam kewajiban mahar atau maskawin.1 mahar
juga memiliki nama yang lain seperti, Nihlah,
Faridhah, Ajr, ‘Uqr, ‘Alaiq, Khurs, Thaul, Athiyah, Nikah, dan Hiban.
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi,
mahar adalalah “ pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai
ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi calon istri
kepada calon suaminya”.2 atau, “suatu pemberian yang diwajibkan bagi
calon suami oleh calon istrinya, baik dalam bentuk benda atau jasa”.3
Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita
dengan memberi hak kepadanya diantaranya adalah hak untuk menerima mahar
(maskawin). Mahar hanya diberikan oleh suami kepada calon istri, bukan kepada
wanita lainya atau siapapun walaupun sangat dekat denganya. Orang lain tidak
boleh menjamah apa lagi menggunakanya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali
dengan ridha dan kerelaan si istri.
Allah
SWT berfirman :
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿÍ£D
Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang wajib, tapi apa bila istri itu dengan sukarela
menyerahkanya kepada kamu, makanlah pemberianya dengan senang dan baik-baik. (An-Nisaa’ : 4)
____________________
1 Hasyiyah Asy-Syarqawi ‘ala Syarh At-tahrit, juz 2 hlm. 251 dan Mughni
al muhtaj, juz, 3 hlm.220
2Slamet Abidin dan H. Aminudin, op.cit.,hlm.105.
3 lihat kamus istilah fiqh. , h.184. Lihat pula
zakiah Daradjat, op.ct., hlm.83.
Imam
syafi’I mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh seorang
laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badanya.4
Jika
istri telah menerima maharnya, tanpa paksaan dan tipu muslihat, lalu ia
memberikan sebagian maharnya maka boleh diterima dan tidak disalahkan. Akan
tetapi, bila istri memberikan maharnya karena malu, atau takut, maka tidak
halal menerimanya. Allah SWT berfirman :
÷bÎ)ur ãN?ur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry c%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% xsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx© 4 ¼çmtRrääzù's?r& $YY»tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6B
dan jika kamu
ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan
kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu
mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya
kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata
(An Nisaa’ : 20)
Pendapat imam syafi’i bahwa mahar adalah sesuatu yang
wajib juga didukung oleh pernyataan imam malik yang mengatakan bahwa mahar
adalah sebagian dari rukun nikah, maka hukum meberikanya adalah wajib.
Ada
pula dalil Nabi yang menyinggung soal mahar :
التمس
ولو خا تما
من حديد
Carilah
walaupun cincin dari besi (HR. Muslim)
_______________
4
lihat Abdurahman Al-jaziry, Al-Fiqh’ ala Madzahib al-arba’ah., juz
4,hlm.94
B. Syarat-syarat Mahar
Mahar yang diberikan kepada calon
istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai beriku :
1. Harta/bendanya berharga. Tidak sah mahar
dengan yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya
mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit tapi bernila maka sah.
2. Barangnya suci dan dapat diambil
manfaat. Tidak sah mahar dengan khamar, babi atau darah, karna semua itu haram
dan tidak berharga.
3. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang
orang lain tanpa izin, namun tidak bermaksud untuk memilikinya karna berniat
untuk mengembalikanya kelak. Memeberikan mahar hasil ghasab tidak sah, tetapi
akadnya sah.
4. Bukan barang yang tidak jelas keadaanya.
Tidak sah mahar dengan memberikan yang tidak jelas keadaanya, atau tidak
disebutkan jenisnya.5
C. Kadar (jumlah)
Mahar.
Imam Syafi’i, Abu Tsaur, Ahmad,
Ishaq dan fuqaha Madinah dari kalangan
tabai’in berpendapat bahwa pemberian mahar tidak ada batas terendahnya.
Segala sesuatu yang mempunyai harga dapat dijadikan mahar. Pernyataan diatas
bisa disandarkan terhadap firman Allah SWT :
Å$rá÷èyJø9$$Î/`èduqã_é& Æèdqè?#uäur
Dan berilah mahar menurut mereka yang patut (An-Nisaa’: 25)
________________
5Lihat
Abdurrahman Al-Jaziri, op.cit.hlm.103
Sebagian fuqaha
yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam malik dan
para pengikutnya berpendapat bahwa minimal sesuatu yang layak dijadikan mahar
adalah seperempat dinar emas (Rp 119.517,00) atau tiga dirham perak (Rp
41.055,00). Karena Abdurrahman bin ‘Auf menikah atas emas seberat biji kurma,
atau seperempat dinar dan ukuran itulah nishab pencurian menurut mereka.
Artinya, harta seukuran itu mempunya arti nilai dan kehormatan berdasarkan
dipotong tangan pencurinya dan tidak dipotong tangan dibawah ukuran itu, maka
itulah batas ukuran mahar menurut Ulama Malikiyah.
Adapula pendapat
mazdhab Hanafiyah adalah yang diamalkan dalam ukuran minimal mahar adalah 10
dirham (Rp 4.780.680,00). Dasar mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh
jabir. Nabi Muhammad SAW bersabda :
لا مهر اقل من عشرة دراهم
Tidak ada mahar yang lebih minim dari 10 dirham.
Dari berbagi
pendapat diatas, menurut Ulama Kontemporer pendapat yang paling kuat adalah
pendapatnya Imam Syafi’I dan Ahmad, karena hadits yang disandarkan kepadanya
yang paling shahih. Sedangkan hadits yang disandarkan kepada lainya diragukan
keshasihanya.
*1 Dinar : Rp.
478.068,00
*1 Dirham : Rp.
13.685,00
D. Macam-macam
Mahar.
Ulama fikih
sepakat bahwa mahar itu ada dua macam yaitu mahar musamma dan mahar mitsil
a. Mahar Musamma
Mahar musamma
yaitu mahar yang telah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad
nikah. Atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah.6
Ulama fikih sepakat bahwa dalam pelaksananya mahar musamma
harus diberikan secara penu apanila :
1). Telah bercampur (bersenggama). Tentang ketentuan ini Alloh SWT
berfirman :
÷bÎ)ur ãN?ur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry c%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% xsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx© 4 ¼çmtRrääzù's?r& $YY»tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6B
dan jika kamu
ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan
kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu
mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya
kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata
(An Nisaa’ : 20)
2). Salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut ijma’
Mahar musamma juga wajib di bayar seluruhnya apabila suami
telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dikarenakan hal-hal
tertentu, _______________
6Lihat
kamus istilah fiqh.hlm.185
Seperti dikira istrinya masih perawan ternyata sudah janda atau
sudah pernah hamil dari suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum
bercampur, hanya wajib dibayar setengahnya,ketentuan disandarkan pada firman
Allah SWT:
...LäêôÊtsù $tB #óÁÏYsùpÒÌsù `çlm; OçFôÊtsùs%ur£`èdq¡yJs?br&@ö6s%`ÏB È`èdqßJçFø)¯=sÛbÎ)ur Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum bercampur dengan
mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah
menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan
itu…. (An-Nisaa’ : 237)
b. Mahar Mitsil
Mahar mitsil yaitu
mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika
terjadi pernikahan . Atau mahar yang
diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat.
Bila terjadi
demikian (mahar itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika
terjadi pernikahan), maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan
pengantin wanita (bibi, bude, anak perempuan bibi/bude). Apabila tidak ada maka
mitsil itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Mahar Mitsil juga terjadi dalam keadaan berikut :
1)
Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika
berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau
meninggal sebelum bercampur.
2)
Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan
istri dan ternyata nikahnya tidak sah.
Nikah yang tidak disebutkan dan
tidak ditetapkan maharnya disebut nikahtafwidh.
Hal ini menurut jumhur ulama dibolehkan dengan dasar dari Firman Allah SWT :
w yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# $tB öNs9 £`èdq¡yJs? ÷rr& (#qàÊÌøÿs? £`ßgs9 ZpÒÌsù
tidak ada
kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu
sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya….(Al-Baqarah
: 236)
ayat ini menunjukan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya
sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada calon
istrinya itu. Dalam hal ini, maka istri berhak menerima mahar mitsil. Beberapa
masalah yang berkaitan tentang mahar, Kompilasi Hukum Islam menjelaskan sebagai
berikut7:
Pasal 35
1)
Suami yang mentalak istrinya qabla al-dukhul wajib membayar
setengah mahar yang telah ditetapkan dalam akad nikah.
2)
Apabila suami meninggal qabla al-dukhul, seluruh mahar yang telah
ditetapkan menjadi hak penuh istrinya
3)
Apabila perceraian terjadi qabla al-dukhul akan tetapi besarnya
mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil
Pasal 36
Apabila mahar
hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama
bentuk dan jenisnya, atau dengan barang lain yang sama nilainya, atau dengan
uang senilai dengan harga mahar yang
hilang.
_______________
7H. Abdurrahman,
op. cit., hlm. 121.
Pasal 37
Apabila terjadi
selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan, penyelesainya
diajukan Pengadilan Agama.
Pasal 38
1)
Apabila mahar yang
diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon mempelai wanita tetap
bersedia menerimanya tanpa syarat, maka penyerahan mahar dianggap lunas.
2)
Apabila istri menolak untuk menerima mahar karena cacat, maka suami
harus menggatinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama penggantinya belum
diserahkan, mahar masih dianggap belum dibayar.
E.
Permasalah dalam Mahar
1. Memberi Mahar dengan Tunai atau Hutang
Pelaksanaanya
membayar mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemapuan atau disesuaikan dengan
keadaan dan adat masyarakat, atau kebiasaan yang berlaku. Mahar boleh
dilaksanakan dan diberikan secara kontan atau hutang, apakah mau dibayar konran
sebagian dan hutang sebagian yang lain. Kalau memang demikian disunahkan
membayar kontan sebagian
Dalam hal apakah mahar
boleh di bayar tunai atau mahar, disini terjadi perbedaan diantara Imam Madzhab
:
-
Imam Hambali mengatakan, jika mahar disebutkan tanpa menyebutkan
kontan atau hutang, maka harus dibayar secara kontan
-
Imam Hanafi berpendapat, pembayaran mahar tergantung pada adat yang
berlaku dimasyarakat tersebut dengan keterangan bahwa harus ada kejelasan waktu
jika mahar itu dihutang. Jika tidak ada kejelasan tersebut maka harus dibayar
kontan. Keterangan pembayaran ini sesuai dengan pendapat imam syafi’i
-
Sedangkan pendapat Imam Malik adalah, mahar yang dibayar dengan
hutang adalah fasid jika belum terjadi percampuran. Adapun jika telah terjadi
percampuran, maka harus membayar mahar mitsil.
2. Gugurnya Mahar
Mahar gugur seluruhnya apabila terjadi perceraian
sebelum mereka bercampur dalam hal-hal sebagai berikut :
-
Apabila
perceraian itu terjadi dengan jalan fasakh dari pihak isteri, karena wanita itu
melakukan maksiat atau murtad
-
Apabila
isteri itu menghibahkan atau membebaskan mahar atas suaminya sebelum didukhul.
3. Pergaulan Suami Isteri sebelum Penyerahan Mahar
Setelah melakukan akad nikah,
seorang suami halal menggauli isterinya. Akan tetapi suami berkewajiban
membayar mahar kepada isterinya terlebih dahulu, baik membayarnya secara tunai
ataupun separuh-separuh.
Para ulama
madzhab sepakat bahwa isteri memiliki hak terhadap suami yaitu menuntut seluruh
mahar yang harus dibayar oleh suami karena telah terjadi akad. Isteri juga
berhak menolak untuk memberikan hak suami untuk berhubungan badan ketika mahar
itu belum diberikan dan isteri tidak dihukumi nusyuz serta masih berhak
mendapatkan nafkah sebagai haknya. Akan tetapi jika isteri rela digauli suami
sebelum penyerahan mahar, maka ia tidak menolak suami untuk selanjutnya. Ini
menurut kesepakatan seluruh imam madzhab kecuali Abu Hanifah.
F. Hikmah
Disyariatkanya Mahar
Mahar disyariatkan oleh Allah untuk
mengangkat derajat wanita dan memberi penjelasan bahwa akad nikah ini mempunyai
kedudukan yang tinggi. Oleh karna itu Allah mewajibkan kepada laki-laki bukan
kepada wanita, karena ia lebih mampu berusaha. Mahar diwajibkan kepadanya seperti halnya juga
seluruh beban materi. Istri pada umunya dinafkahi dalam mempersiapkan dirinya
dan segala perlengkapanya yang sekiranya tidak dibantu oleh orang tua atau
kerabatnya, tapi manfaatnya kembali kepada suami juga. Oleh karna itu merupakan
hal yang relevan suami dibebani mahar untuk diberikan kepada sang istri. Mahar
ini dalam segala bentuknya menjadi penyebab suami tidak terburu-buru
menjatuhkan talak kepada istri karena yang
ditimbulkan dari mahar tersebut seperti penyerahan mahar yang
diakhirkan, penyerahan mahar bagi wanita yang dinikahinya setelah itu juga sebagai jaminan wanita ketika
ditalak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Allah SWT mewajibkan mahar dalam
pernikah tidak lain adalah untuk memulyakan kededukan seorang wanita sebagai
istri, oleh karena itu istri berhak menuntut mahar dari suami, jika pembayaran belum dilaksanakan maka
suami tidak memiliki hak atas istri. Konsep mahar tersebut telah menunjukan
tidak selamanya suami memilki hak atas istri.
Dalam kasus lain memberi mahar bagi
suami kepada istri adalah sebagai tanda atau kesanggupan suami untuk membiayai
istri dan sebagi penghormatan dan penghalalan kepada istri sekaligus tanda
tanggung jawab sebagai seorang lelaki.
Lain daripada itu kami selaku
penyusun makalah, sadar bahwa makalah yang kami susun terdapat benyak
kekurangan diberbagai aspek, mulai dari
penulisan, gaya bahasa ataupun topik yang kami angkat dalam pembahasan makalah
ini. Terlepas dari berbagi kekurangan tersebut, penyusun mengharapkan dari
semua pihak baik dosen, civitas mahasiwa serta para pembaca pada umunya,
kiranya meluangkan waktunya utnuk memberikan masukan atau koreksi yang tentunya
bersifat membangun.
Akhirnya, penyusun mengucapkan
pernimtaan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan-kekurangan makalah
yang kami sususn ini, meskipun begitu penulis berharap semoga makalah ini
memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan pembaca yang budiman,
Amiiiiin…………!
DAFTAR
PUSTAKA
Ghozali,
Abdul Rahman. 2010. Fiqh Munakahat.
Jakarta: Kencana
Azzam, Abdul
Aziz M dan Hawwas, Abdul Wahab S . 2009. Fiqh
Munakahat.Jakarta: Amzah
http://alnof.multiply.com/journal/item/36/MAHAR_DALAM_FIQH_ISLAMY_1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar