Rabu, 24 Desember 2014

makalah "MAHAR DAN MACAMNYA"



BAB I
                                                      PENDAHULUAN           

A. Latar Belakang
               Islam adalah agama yang sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan memberi hak kepadanya diantaranya adalah hak untuk menerima mahar (maskawin).
Mahar hanya diberikan oleh suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainya atau siapapun walaupun sangat dekat denganya.

B. Rumusan Masalah
            Dalam pembahasan makalah ini supaya tidak terlalu melebar dan mendapatkan hasil yang maksimal, maka penulis mebuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.     Penegertian Mahar.
2.     Syarat-syarat Mahar.
3.     Kadar (jumlah) Mahar.
4.     Macam-macam Mahar.
5.     Permasalahan dalam Mahar.
6.     Hikmah disyariatkanya Mahar.

C. Tujuan
            Makalah ini di susun bukan semata-mata untuk penyelesaian tugas tapi juga untuk memperdalam materi dan  memperluas cakrawala pengetahuan.







BAB II
PEMBAHASAN

A Pengertian dan Hukum Mahar
            Mahar dalam bahasa arab adalah shadaq.asalnya isim mashdar dari kata ashdaqa diambil dari kata shidqin (benar). Dinamakan shaddaq memberikan arti benar-benar cinta dalam nikah dan inilah yang pokok dalam kewajiban mahar atau maskawin.1 mahar juga memiliki nama yang lain seperti, Nihlah, Faridhah, Ajr, ‘Uqr, ‘Alaiq, Khurs, Thaul, Athiyah, Nikah, dan Hiban.
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar adalalah “ pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi calon istri kepada calon suaminya”.2 atau, “suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami oleh calon istrinya, baik dalam bentuk benda atau jasa”.3
            Islam adalah agama yang sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan memberi hak kepadanya diantaranya adalah hak untuk menerima mahar (maskawin). Mahar hanya diberikan oleh suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainya atau siapapun walaupun sangat dekat denganya. Orang lain tidak boleh menjamah apa lagi menggunakanya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan kerelaan si istri.
Allah SWT berfirman :
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿƒÍ£D
Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib, tapi apa bila istri itu dengan sukarela menyerahkanya kepada kamu, makanlah pemberianya dengan senang dan baik-baik.  (An-Nisaa’ : 4)
____________________    
1 Hasyiyah Asy-Syarqawi ‘ala Syarh At-tahrit, juz 2 hlm. 251 dan Mughni al muhtaj, juz, 3 hlm.220
2Slamet Abidin dan H. Aminudin, op.cit.,hlm.105.
3 lihat kamus istilah fiqh. , h.184. Lihat pula zakiah Daradjat, op.ct., hlm.83.
           
            Imam syafi’I mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badanya.4
            Jika istri telah menerima maharnya, tanpa paksaan dan tipu muslihat, lalu ia memberikan sebagian maharnya maka boleh diterima dan tidak disalahkan. Akan tetapi, bila istri memberikan maharnya karena malu, atau takut, maka tidak halal menerimanya. Allah SWT berfirman :
÷bÎ)ur ãN?Šur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry šc%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% Ÿxsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx© 4 ¼çmtRrääzù's?r& $YY»tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6B 
dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata (An Nisaa’ : 20)
Pendapat imam syafi’i bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib juga didukung oleh pernyataan imam malik yang mengatakan bahwa mahar adalah sebagian dari rukun nikah, maka hukum meberikanya adalah wajib.
               Ada pula dalil Nabi yang menyinggung soal mahar :
التمس ولو خا تما من حديد                                                              
Carilah walaupun cincin dari besi (HR. Muslim)
_______________
4 lihat  Abdurahman Al-jaziry, Al-Fiqh’ ala Madzahib al-arba’ah., juz 4,hlm.94
B. Syarat-syarat Mahar
            Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai beriku :
1.     Harta/bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit tapi bernila maka sah.
2.     Barangnya suci dan dapat diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan khamar, babi atau darah, karna semua itu haram dan tidak berharga.
3.     Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang orang lain tanpa izin, namun tidak bermaksud untuk memilikinya karna berniat untuk mengembalikanya kelak. Memeberikan mahar hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya sah.
4.     Bukan barang yang tidak jelas keadaanya. Tidak sah mahar dengan memberikan yang tidak jelas keadaanya, atau tidak disebutkan jenisnya.5

C. Kadar (jumlah) Mahar.
            Imam Syafi’i, Abu Tsaur, Ahmad, Ishaq dan fuqaha Madinah dari kalangan  tabai’in berpendapat bahwa pemberian mahar tidak ada batas terendahnya. Segala sesuatu yang mempunyai harga dapat dijadikan mahar. Pernyataan diatas bisa disandarkan terhadap firman Allah SWT :
                                                                                    Å$rá÷èyJø9$$Î/`èduqã_é&  Æèdqè?#uäur
Dan berilah mahar menurut mereka yang patut (An-Nisaa’: 25)              
________________
5Lihat Abdurrahman Al-Jaziri, op.cit.hlm.103
            Sebagian fuqaha yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam malik dan para pengikutnya berpendapat bahwa minimal sesuatu yang layak dijadikan mahar adalah seperempat dinar emas (Rp 119.517,00) atau tiga dirham perak (Rp 41.055,00). Karena Abdurrahman bin ‘Auf menikah atas emas seberat biji kurma, atau seperempat dinar dan ukuran itulah nishab pencurian menurut mereka. Artinya, harta seukuran itu mempunya arti nilai dan kehormatan berdasarkan dipotong tangan pencurinya dan tidak dipotong tangan dibawah ukuran itu, maka itulah batas ukuran mahar menurut Ulama Malikiyah.
            Adapula pendapat mazdhab Hanafiyah adalah yang diamalkan dalam ukuran minimal mahar adalah 10 dirham (Rp 4.780.680,00). Dasar mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh jabir. Nabi Muhammad SAW bersabda :
لا مهر اقل من عشرة دراهم                                                                 
Tidak ada mahar yang lebih minim dari 10 dirham. 
            Dari berbagi pendapat diatas, menurut Ulama Kontemporer pendapat yang paling kuat adalah pendapatnya Imam Syafi’I dan Ahmad, karena hadits yang disandarkan kepadanya yang paling shahih. Sedangkan hadits yang disandarkan kepada lainya diragukan keshasihanya.






*1 Dinar          : Rp. 478.068,00
*1 Dirham       : Rp. 13.685,00
D. Macam-macam Mahar.
            Ulama fikih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam yaitu mahar musamma dan mahar mitsil
a. Mahar Musamma
            Mahar musamma yaitu mahar yang telah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah. Atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah.6
            Ulama fikih sepakat bahwa dalam pelaksananya mahar musamma harus diberikan secara penu apanila :
1). Telah bercampur (bersenggama). Tentang ketentuan ini Alloh SWT berfirman :
÷bÎ)ur ãN?Šur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry šc%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% Ÿxsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx© 4 ¼çmtRrääzù's?r& $YY»tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6B 
dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata (An Nisaa’ : 20)
2). Salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut ijma’
            Mahar musamma juga wajib di bayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dikarenakan hal-hal tertentu, _______________
6Lihat kamus istilah fiqh.hlm.185
Seperti dikira istrinya masih perawan ternyata sudah janda atau sudah pernah hamil dari suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengahnya,ketentuan disandarkan pada firman Allah SWT:
...LäêôÊtsù $tB #óÁÏYsùpŸÒƒÌsù `çlm; OçFôÊtsùs%ur£`èdq¡yJs?br&@ö6s%`ÏB È`èdqßJçFø)¯=sÛbÎ)ur Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum bercampur dengan mereka,   padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu…. (An-Nisaa’ : 237)

b. Mahar Mitsil
            Mahar mitsil yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika terjadi pernikahan      . Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat.
            Bila terjadi demikian (mahar itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan), maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin wanita (bibi, bude, anak perempuan bibi/bude). Apabila tidak ada maka mitsil itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Mahar Mitsil juga terjadi dalam keadaan berikut :
1)     Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur.
2)     Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah.


Nikah yang tidak disebutkan dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikahtafwidh. Hal ini menurut jumhur ulama dibolehkan dengan dasar dari Firman Allah SWT :
žw yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# $tB öNs9 £`èdq¡yJs? ÷rr& (#qàÊ̍øÿs? £`ßgs9 ZpŸÒƒÌsù
tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya….(Al-Baqarah : 236)
               ayat ini menunjukan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada calon istrinya itu. Dalam hal ini, maka istri berhak menerima mahar mitsil. Beberapa masalah yang berkaitan tentang mahar, Kompilasi Hukum Islam menjelaskan sebagai berikut7:
Pasal 35
1)  Suami yang mentalak istrinya qabla al-dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditetapkan dalam akad nikah.
2)  Apabila suami meninggal qabla al-dukhul, seluruh mahar yang telah ditetapkan menjadi hak penuh istrinya
3)  Apabila perceraian terjadi qabla al-dukhul akan tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil
Pasal 36
            Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bentuk dan jenisnya, atau dengan barang lain yang sama nilainya, atau dengan uang senilai dengan harga mahar yang  hilang.
_______________
7H. Abdurrahman, op. cit., hlm. 121.

Pasal 37
            Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan, penyelesainya diajukan Pengadilan Agama.
Pasal 38
1)   Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon mempelai wanita tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, maka penyerahan mahar dianggap lunas.
2)  Apabila istri menolak untuk menerima mahar karena cacat, maka suami harus menggatinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama penggantinya belum diserahkan, mahar masih dianggap belum dibayar.

E. Permasalah dalam Mahar
    1. Memberi  Mahar dengan Tunai atau Hutang
   Pelaksanaanya membayar mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemapuan atau disesuaikan dengan keadaan dan adat masyarakat, atau kebiasaan yang berlaku. Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan secara kontan atau hutang, apakah mau dibayar konran sebagian dan hutang sebagian yang lain. Kalau memang demikian disunahkan membayar kontan sebagian
   Dalam hal apakah mahar boleh di bayar tunai atau mahar, disini terjadi perbedaan diantara Imam Madzhab :
-        Imam Hambali mengatakan, jika mahar disebutkan tanpa menyebutkan kontan atau hutang, maka harus dibayar secara kontan
-        Imam Hanafi berpendapat, pembayaran mahar tergantung pada adat yang berlaku dimasyarakat tersebut dengan keterangan bahwa harus ada kejelasan waktu jika mahar itu dihutang. Jika tidak ada kejelasan tersebut maka harus dibayar kontan. Keterangan pembayaran ini sesuai dengan pendapat imam syafi’i
-        Sedangkan pendapat Imam Malik adalah, mahar yang dibayar dengan hutang adalah fasid jika belum terjadi percampuran. Adapun jika telah terjadi percampuran, maka harus membayar mahar mitsil.
2. Gugurnya Mahar
Mahar gugur seluruhnya apabila terjadi perceraian sebelum mereka bercampur dalam hal-hal sebagai berikut :
-        Apabila perceraian itu terjadi dengan jalan fasakh dari pihak isteri, karena wanita itu melakukan maksiat atau murtad
-        Apabila isteri itu menghibahkan atau membebaskan mahar atas suaminya sebelum didukhul.
3. Pergaulan Suami Isteri sebelum Penyerahan Mahar
Setelah melakukan akad nikah, seorang suami halal menggauli isterinya. Akan tetapi suami berkewajiban membayar mahar kepada isterinya terlebih dahulu, baik membayarnya secara tunai ataupun separuh-separuh.
   Para ulama madzhab sepakat bahwa isteri memiliki hak terhadap suami yaitu menuntut seluruh mahar yang harus dibayar oleh suami karena telah terjadi akad. Isteri juga berhak menolak untuk memberikan hak suami untuk berhubungan badan ketika mahar itu belum diberikan dan isteri tidak dihukumi nusyuz serta masih berhak mendapatkan nafkah sebagai haknya. Akan tetapi jika isteri rela digauli suami sebelum penyerahan mahar, maka ia tidak menolak suami untuk selanjutnya. Ini menurut kesepakatan seluruh imam madzhab kecuali Abu Hanifah.




F. Hikmah Disyariatkanya Mahar
            Mahar disyariatkan oleh Allah untuk mengangkat derajat wanita dan memberi penjelasan bahwa akad nikah ini mempunyai kedudukan yang tinggi. Oleh karna itu Allah mewajibkan kepada laki-laki bukan kepada wanita, karena ia lebih mampu berusaha. Mahar  diwajibkan kepadanya seperti halnya juga seluruh beban materi. Istri pada umunya dinafkahi dalam mempersiapkan dirinya dan segala perlengkapanya yang sekiranya tidak dibantu oleh orang tua atau kerabatnya, tapi manfaatnya kembali kepada suami juga. Oleh karna itu merupakan hal yang relevan suami dibebani mahar untuk diberikan kepada sang istri. Mahar ini dalam segala bentuknya menjadi penyebab suami tidak terburu-buru menjatuhkan talak kepada istri karena yang   ditimbulkan dari mahar tersebut seperti penyerahan mahar yang diakhirkan, penyerahan mahar bagi wanita yang dinikahinya setelah itu  juga sebagai jaminan wanita ketika ditalak.  












BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Allah SWT mewajibkan mahar dalam pernikah tidak lain adalah untuk memulyakan kededukan seorang wanita sebagai istri, oleh karena itu istri berhak menuntut mahar dari  suami, jika pembayaran belum dilaksanakan maka suami tidak memiliki hak atas istri. Konsep mahar tersebut telah menunjukan tidak selamanya suami memilki hak atas istri.
            Dalam kasus lain memberi mahar bagi suami kepada istri adalah sebagai tanda atau kesanggupan suami untuk membiayai istri dan sebagi penghormatan dan penghalalan kepada istri sekaligus tanda tanggung jawab sebagai seorang lelaki.
            Lain daripada itu kami selaku penyusun makalah, sadar bahwa makalah yang kami susun terdapat benyak kekurangan  diberbagai aspek, mulai dari penulisan, gaya bahasa ataupun topik yang kami angkat dalam pembahasan makalah ini. Terlepas dari berbagi kekurangan tersebut, penyusun mengharapkan dari semua pihak baik dosen, civitas mahasiwa serta para pembaca pada umunya, kiranya meluangkan waktunya utnuk memberikan masukan atau koreksi yang tentunya bersifat membangun.
            Akhirnya, penyusun mengucapkan pernimtaan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan-kekurangan makalah yang kami sususn ini, meskipun begitu penulis berharap semoga makalah ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan pembaca yang budiman, Amiiiiin…………!     





DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Abdul Rahman. 2010. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana
Azzam, Abdul Aziz M dan Hawwas, Abdul Wahab S . 2009. Fiqh Munakahat.Jakarta: Amzah
http://alnof.multiply.com/journal/item/36/MAHAR_DALAM_FIQH_ISLAMY_1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar